A. Sekilas tentang Herbert Spencer
Spencer lahir sebagai anak tunggal seorang guru sekolah di kota
kecil Derbyshire, Midland, Inggris pada 27 April 1820 dan meninggal
pada 8 Desember 1903. Dia sebenarnya tidak terlahir tunggal, melainkan
sembilan bersaudara. Cuma saja, dia menjadi satu-satunya anak pasangan
William dan Haerriet Spencer yang bertahan hidup. Karena alasan
kesehatan, Spencer kecil menjalani pendidikan di rumah. Dia tidak
belajar seni dan humaniora, melainkan teknik dan bidang utilitarian
(Ritzer dan Goodman, 2007).
Potret keluarga Spencer yang bergelut melawan penyakit menjadi
semacam mozaik dari kehidupan Inggris zaman Victorian abad ke-19.
Inggris yang memasuki Revolusi Industri terperosok ke dalam problem
negara industri yang sangat suram sekaligus mengkhawatirkan. Kala itu,
bangunan pabrik biasanya menyatu dengan kawasan pemukiman. Bangunannya
tua dan tidak terawat, ventilasi minim, kotor, penuh jelaga hitam,
sempit, dan sumpek. Selain mengepung kota dengan asap hitam, limbah
pabrik juga menimbulkan pencemaran, sanitasi yang tidak terawat,
jalanan yang buruk, dan tentu saja polusi.
Dalam usia relatif muda, 17 tahun, Spencer muda terjun ke dunia
kerja sebagai insinyur sipil di sebuah perusahaan kereta api London dan
Birmingham. Karirnya terbilang bagus hingga akhirnya dia dipercaya
menjadi wakil kepala bagian mesin di perusahaan tersebut. Selama
periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri.
Spencer memiliki kemampuan sangat baik dalam mekanika. Kemampuan
itulah yang memengaruhi imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, terutama
tentang biologi, masyarakat, dan ilmu sosial. Pada saat menjadi
insinyur inilah Spencer mulai belajar menulis artikel secara serius.
Tulisan pertamanya di bidang sosial dengan judul
On the Proper Sphere of Government pada 1842 dimuat di majalah
Non Conformist. Enam tahun kemudian, 1848, tulisan yang sama dimuat
The Economist, majalah ekonomi terkemuka yang berbasis di London.
Tulisan Spencer mendapat sambutan hangat penggemarnya sehingga
mereka rela membayar lebih dulu tulisan-tulisan Spencer sebelum tulisan
itu diterbitkan. Kondisi inilah yang mendorong Spencer untuk berpikir
alih profesi menjadi penulis ilmu pengetahuan bidang pengetahuan
sosial, khususnya sosiologi. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut,
saat usianya menginjak 28 tahun dia pindah menjadi wakil editor majalah
The Economist, berita mingguan yang berbasis di London.
Majalah ini merupakan oposisi pemerintah dan pendukung perdagangan
bebas. Melalui majalah ini Spencer banyak bertemu dengan orang terkenal
pada saat itu, seperti Thomas Huxley dan George Eliot.
Saat usianya memasuki 30 tahun, Spencer telah mampu menerbitkan buku pertamanya yang berjudul
Social Statics.
Tiga tahun kemudian, pamannya (Thomas Spencer) meninggal dunia dan
mewariskan harta cukup banyak kepada Spencer. Berbekal warisan itulah
Spencer berani memutuskan untuk berhenti bekerja dan mencurahkan
seluruh kegiatannya untuk menulis. Keberhasilan Spencer menulis banyak
buku karena selain gemar membaca, Spencer adalah kolektor yang tekun
mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia ini,
seorang yang rajin mengumpulkan informasi, membuat sistematika atau
klasifikasi data. Spencer memang sejak kecil mempunyai hasrat dan
keinginan yang besar untuk menambah dan mengumpulkan ilmu pengetahuan
sebanyak-banyaknya dan memahami keseluruhannya.
Spencer juga mengembangkan sistem filsafat dengan aspek-aspek
utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme Jeremy Bentham
yang memelopori aliran gerakan reformasi. Jeremy Bentham berpendapat
bahwa logika ilmiah harus didasarkan pada pengetahuan yang cukup
mengenai kondisi kehidupan sosial yang aktual. Konsep ini mendahului
konsep-konsep Charles Darwin (Sukanto: 1982: 36).
Spencer adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep
Survival of the fittest atau yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya
Social Statics
yang terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk menggambarkan kekuatan
fundamental ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan evolusioner.
Konsepsi ini dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan
kependudukan,
An Essay on the Principle of Population
(1798). sinya konsepnya antara lain adalah perjuangan untuk dapat
bertahan bagi suatu masyarakat atau bagi beberapa masyarakat agar
menghasilkan keseimbangan karena perubahan yang terjadi dari keadaan
yang homogen yang tidak terpadu menjadi heterogen yang terpadu.
Sembilan tahun kemudian teori evolusioner karya Darwin terbit.
Spencer dan Darwin melihat adanya persamaan antara evolusi organisme
dengan evolusi sosial. Evolusi sosial adalah serangkaian perubahan
sosial dalam masyarakat yang berlangsung dalam waktu lama yang berawal
dari kelompok suku atau masyarakat yang masih sederhana dan homogen
kemudian secara bertahap menjadi kelompok suku atau masyarakat yang
lebih maju dan akhirnya menjadi masyarakat modern yang kompleks (Horton
dan Hunt, 1989:208).
B. Karya-karya Herbert Spencer
The Principles of Sociology, salah satu karya utama Spencer.
Selama hidupnya, Spencer menghasilkan sejumlah karya besar. Sebagian
besar pemikiran Spencer tentang sosiologi ditulis dalam 10 buku (dua
jilid Biologi, dua jilid psikologi, tiga jilid Sosiologi, dan dua jilid
tentang moralitas) yang kemudian dikemas menjadi
Programme of a System of Synthetic Philosophy
(1862-1896). Paket ini memuat seluruh teori evolusi universal, meliputi
evolusi bilogi, psikologi, sosial, dan etika. Karya-karya tersebut
mengukuhkan dirinya sebagai penganut filsafat sintesis, yakni ilmu
filsafat yang menggabungkan beberapa ilmu pengetahuan menjadi satu
(Soekanto, 1990).
Dari sederet karya tersebut, buku
Principles of Sociology
merupakan karya monumental Spencer yang mendorong perkembangan
Sosiologi sebagai ilmu populer di masyarakat, terutama di Prancis,
Jerman, dan Amerika Serikat. Meski begitu, Spencer kurang mendapat
sambutan di negeri sendiri.
Berikut sejumlah karya utama Spencer semaca hidupnya:
- Social Statics (1850).
- Principles of Psychology (1855).
- Principles of Biology (1861 dan 1864).
- First Principles (1862).
- The Study of Sociology (1873).
- Descriptive Sociology (1874).
- The Principles of Sociology (1877).
- Principles of Ethics (1883).
- Esai-esai:
- Education (1861)
- The Study of Sociology (1873)
- The Nature and Reality of Religion (1885)
- Various and Fragments (1897)
- Facts and Comments (1902)
Bila dicermati, karya-karya Spencer senantiasa mendasarkan konsepsi
bahwa seluruh alam, baik yang berwujud organis, nonorganis, maupun
superorganis berevolusi karena dorongan kekuatan mutlak yang kemudian
disebutnya sebagai evolusi universal (Koentjaraningrat, 1987:34).
Gambaran menyeluruh tentang evolusi universal umat manusia menunjukkan
bahwa pada garis besarnya Spencer melihat perkembangan masyarakat dan
kebudayaan dari suatu bangsa di dunia sudah melalui tingkatan evolusi
yang sama.
C. Spencer tentang Sosiologi
Bagi Spencer, Sosiologi merupakan suatu studi evolusi dalam bentuk
yang paling kompleks. Dia menguraikan materi sosiologi secara rinci dan
sistematis dalam tiga jilid
The Prinsiples of Sociology.
Menurutnya, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakikat
manusia secara inkorporatif dengan pendekatan makro yang berpusat pada
manusia. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala
gejala yang muncul dari perilaku manusia secara bersama-sama.
Spencer dalam Soekanto (1990: 444-447), objek pokok sosiologi adalah
keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industri.
Tambahannya antara lain asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja,
lapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta
penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Dia mengingatkan bahwa
sosiologi juga harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur
yang ada dalam masyarakat yang tetap dan harmonis, serta merupakan
suatu integrasi, seperti pengaruh norma-norma tersebut di atas terhadap
kehidupan keluarga serta hubungan antara lembaga politik dengan lembaga
keagamaan. Oleh karena itu, Spencer berpendapat bahwa sosiologi adalah
psikologi yang dipraktikkan dan mendapat wujud antara lain etika dan
peradaban yang terdapat dalam masyarakat.
Haryanto (tt: 14) menyimpulkan, pandangan-pandangan Spencer tentang
sosiologi mendapat pengaruh biologi dalam arti luas. Pertumbuhan suatu
disiplin ilmu sosiologi dan biologi telah menarik perhatian baru
terhadap faktor-faktor biologis di dalam perilaku manusia. Oleh para
pendukungnya, sosiologi didefinisikan sebagai “suatu studi sistematik
mengenai dasar-dasar biologis dari perilaku manusia”. Interaksi
biologi dan kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia yang dimulai
dengan perkembangan masyarakat manusia. Banyak ahli masyarakat abad
pertengahan menganalogikan manusia dengan organisme.
Spencer menekankan pentingnya pendekatan bagi seluruh gejala yang
ada serta meningkatkan pendekatan bagi pengkajian kehidupan sosial.
Berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini tentang semua gejala yang
berhubungan dengan masalah kemasyarakatan yang selalu dihubungkan
dengan metafisik dan agama, Spencer memperkenalkan pendekatan baru
yaitu pendekatan empiris dengan data konkret yang memisahkan antara
agama dan metafisik dengan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh
siapa saja dan kapan saja dengan hasil yang sama. Spencer adalah orang
yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris
yang konkret.
Pendekatan empiris ala Spencer mendapat banyak tantangan pemuka
agama. Menyadari hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi
antara ilmu pengetahuan dengan agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam
bukunya yang terbit kemudian, yaitu yang berjudul
First Prinsciple.
Di sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua kelompok, yaitu
fenomena atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau kejadian
yang tidak dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui
dianggap merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal
manusia, sedang fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan
kejadian di luar ilmu pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan,
1986:119-133).
Spencer terus berusaha mencari sumber-sumber asli dan menganalisis
perkembangan aneka ragam ide yang tersirat di dalamnya. Dia memulai
dengan tiga garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran
universal, yakni: 1) Materi yang tidak dapat dirusak; 2) Kesinambungan
gerak; dan 3) Tenaga dan kekuatan yang terus-menerus. Selain itu,
Spencer menyebutkan adanya empat dalil dari kebenaran universal
sebagaimana disebutkan di bawah ini:
- Kesatuan hukum dan kesinambungan antara kekuatan-kekuatan yang tidak pernah muncul dengan sia-sia dan abadi.
- Kekuatan ini tidak musnah akan tetapi ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan yang lain.
- Segala sesuatu yang bergerak sepanjang garis setidak-tidaknya akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain .
- Ada sesuatu irama dari gerakan atau gerakan alternatif.
Spencer lebih lanjut mengatakan, evolusi dalam bentuk yang sederhana
hanyalah merupakan suatu gerak yang hilang dan redistribusi dari
keadaan. Evolusi terjadi di mana-mana dalam bentuk inorganik seperti
astronomi dan geologi, dan dalam kehidupan organik seperti biologi dan
psikologi serta kehidupan superorganik seperti sosiologi. Sedang sistem
evolusi umum yang pokok menurut Spencer (Siahaan, 1986:119-133)
meliputi:
- Ketidakstabilan yang homogen. Setiap homogenitas akan semakin
berubah dan membesar serta akan kehilangan homogenitasnya karena
kejadian setiap insiden tidak sama besar;
- Berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam rasio geometris.
Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya hanya merupakan batas dari
suatu keseimbangan saja, yaitu suatu keadaan seimbang yang berhadapan
dengan kekuatan-kekuatan lain;
- Kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan
terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi.
- Adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.
Giddings (1890) meringkas ajaran sistem sosial Spencer seperti di bawah ini (Haryanto, tt).
- Masyarakat adalah organisme atau mereka adalah superorganis yang hidup berpencar-pencar.
- Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu
keseimbangan tenaga, suatu kekuatan yang seimbang antara masyarakat
yang satu dan masyarakat yang lain, antara kelompok sosial satu dengan
kelompok sosial yang lain.
- Keseimbangan antara masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat
dan lingkungan mereka, berjuang satu sama lain demi eksistensi mereka
di antara warga masyarakatnya. Akhirnya konflik menjadi suatu kegiatan
masyarakat yang sudah lazim.
- Di dalam perjuangan ini kemudian timbulah rasa takut di dalam hidup
bersama serta rasa takut untuk mati. Rasa takut mati adalah pangkal
kontrol terhadap agama.
- Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol
politik dari agama menjadi militerisme. Militerisme pada umumnya
membentuk sifat dan tingkah laku serta membentuk organisasi sosial
dalam peperangan.
- Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang kecil
menjadi kelompok sosial yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut
memerlukan integrasi sosial. Proses semacam ini memperluas medan
integrasi sosial yang biasanya terdapat pemupukan rasa perdamaian antar
sesamanya serta rasa kegotongroyongan.
- Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat,
tingkah laku serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan
penuh dengan rasa setia kawan.
- Dalam tipe masyarakat yang penuh dengan perdamaian, kekuatannya
akan berkurang namun rasa spontanitas serta inisiatif semakin
bertambah. Organisasi sosial menjadi semacam bungkus, sedang anggota
masyarakat dapat dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Mereka mengubah hubungan sosial mereka tanpa merusak kohesi
sosial yang telah ada. Kesemuanya ini merupakan elemen di mana rasa
simpati dan seluruh pengetahuan yang ada di dalam kelompok sosial
merupakan kekuatan tersendiri bagi masyarakat primitif.
- Perubahan dari semangat militerisme menjadi semangat
industrialisme. Semangat kerja keras tergantung pada luasnya tenaga
antara kelompok masyarakat yang ada serta kelompok masyarakat
tetangganya, antara ras dalam suatu masyarakat yang ada serta
masyarakat yang lain, antara masyarakat pada umumnya serta lingkungan
fisis yang ada. Akhirnya semangat kerja keras yang disertai dengan
penuh rasa perdamaian tak dapat dicapai sampai keseimbangan
bangsa-bangsa serta ras-ras yang ada tercapai lebih dahulu.
- Di dalam masyarakat, seperti pada kelompok masyarakat lain
tertentu, luasnya perbedaan serta jumlah kompleksitas segenap proses
evolusi tergantung pada nilai proses integrasi. Semakin lambat nilai
integrasinya, semakin lengkap dan memuaskan jalan evolusi itu. .
D. Spencer tentang Teori Evolusi
Soekanto (1990:484-485) mendefinisikan evolusi sebagai serentetan
perubahan kecil secara pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan
sendirinya dan memerlukan waktu lama. Evolusi dalam masyarakat adalah
serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat
tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi
baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan ini
tidak harus sejalan dengan rentetan peristiwa di dalam sejarah
masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Soekanto (1990:345-347), teori tentang evolusi dapat dikategorikan dalam tiga kategori.
- Unilinear theories of evolution. Teori ini berpendapat
bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami
perkembangan melalui tahapan tertentu, mulai dari bentuk sederhana
menuju ke yang lebih kompleks (madya dan modern) dan akhirnya menjadi
sempurna (industrial, sekuler). Pelopor teori ini antara lain adalah
August Comte dan Herbert Spencer. Variasi teori ini adalah Cyclical theories
yang dipelopori oleh Vilfredo Pareto dengan mengatakan bahwa masyarakat
dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan
lingkaran yang pada tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang.
Pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang mengemukakan teori
dinamika sosial dan kebudayaan. Menurut Sorokin, masyarakat berkembang
melalui tahap kepercayaan, tahap kedua dasarnya adalah indera manusia,
dan tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
- Universal theory of evolution. Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap perkembangan
tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis
evolusi tertentu. Spencer mengemukakan prinsip-prinsipnya yaitu antara
lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan sifat
maupun susunannya dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen.
- Multilined theories of evolution. Teori ini lebih
menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan
tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian
tentang pengaruh sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem
pertanian kekeluargaan dalam masyarakat.
Sementara itu, perspektif evolusioner adalah sudut pandang teoretis
paling awal dalam sosiologi. Hal tersebut berdasarkan pada karya
August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903). Keduanya
menaruh perhatian pada perkembangan masyarakat secara evolusioner dari
keseluruhan atau kesatuan yang utuh. Horton dan Hunt (1989:16-17)
menjelaskan, perspektif evolusioner adalah perspektif yang aktif,
sekali pun bukan merupakan perspektif utama dalam sosiologi.
Dalam bukunya,
Positive Philosophy (1851-1854), Comte
menulis tentang tiga tingkatan yang pasti dilalui pemikiran manusia
yaitu: teologis, metafisik (atau filosofis), dan akhirnya positif (atau
ilmiah). Comte berpendapat bahwa masyarakat mempunyai kedudukan yang
dominan terhadap pribadi.
Sebaliknya, Spencer berpendapat bahwa pribadi mempunyai kedudukan
dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi
merupakan dasar struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis
pada tingkat struktural. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun
untuk memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai keperluan. Oleh karena
itu, banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait
ketertarikannya pada perkembangan evolusi jangka panjang dari
masyarakat modern, Spencer menilai masyarakat bersifat organis.
Pandangan ini yang kemudian menjadikan Spencer sering disebut sebagai
seorang teoretis organik karena usahanya memperluas prinsip-prinsip
evolusi pada ilmu biologi ke institusi sosial.
Lebih jauh Spencer mengungkapkan bahwa perubahan alamiah dalam diri
manusia mempengaruhi struktur masyarakat. Kumpulan pribadi dalam
masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses
kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam
menentukan kualifikasi. Bagi Spencer, masyarakat merupakan material
yang tunduk pada hukum universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan
fisik dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam
masyarakat, terutama dalam organisasinya. Masyarakat tersusun atas
dasar hakikat manusia dan bentuknya sangat dipengaruhi oleh alam yang
sulit dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan oleh manusia sangat sulit
ditentukan akibatnya (Haryanto, tt:24).
Diakui atau tidak, Spencer terpikat Darwinisme sosial populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku
Origin of Species
(1859), sembilan tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi
universalnya. Spencer memandang evolusi sosial sebagai serangkaian
tingkatan yang harus dilalui semua masyarakat yang bergerak dari
tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat
homogen ke tingkat heterogen. Horton dan Hunt (1989:59-61) menilai
adanya suatu optimisme di masyarakat. Kemajuan masyarakat yang terus
meningkat pesat pasti akan mengakhiri kesengsaraan dan meningkatkan
kebahagiaan manusia.
Menurut Haryanto (tt:25), semua teori evolusioner menilai bahwa
perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui semua masyarakat.
Perubahan sosial ditentukan dari dalam
(endogen) yang sering
digambarkan dalam arti diferensiasi struktural, perubahan dalam arti
dari yang paling sederhana menuju masyarakat yang lebih kompleks.
Masyarakat sederhana tidak terpadu yang tidak pasti
(indefinite, incoherent homogenity),
memiliki karakteristik, tidak ada pembagian tugas atau peran yang rinci
dan lebih banyak bersifat informal. Sedang masyarakat yang lebih
kompleks
(definite, coherent heterogenity) memiliki karakteristik terspesialisasi dan formal.
Evolusi terjadi pada tingkat organis dan pada tingkat anorganis.
Pada tingkat organis, perubahan terjadi dari sel homogen sederhana
menuju organisme terpadu yang lebih tinggi dan kompleks. Evolusi
anorganis prosesnya adalah proses yang bermula dari bulatan gas yang
tidak menentu, tidak terpadu dan homogen, kemudian menggumpal menjadi
bintang, planet, matahari, bulan yang berbeda yang kemudian
diintegrasikan menjadi satu keseluruhan dalam gerakan yang mengikuti
hukum-hukum tertentu. Selain evolusi organis dan anorganis, ada evolusi
yang disebut evolusi superorganis. Evolusi superorganis ini hanya
terjadi pada masyarakat. Evolusi superorganis di kemudian hari lebih
dikenal sebagai evolusi sosial dan evolusi produksi yang sekarang kita
kenal sebagai evolusi kebudayaan.
Seperti halnya sel pada organisme yang mempunyai cara dan sifat
masing-masing, Spencer menilai watak dan sifat manusia itulah yang
membawa perbaikan bagi masyarakat. Watak yang baik mudah menjadi
teladan mengalami kemajuan karena rintangan yang muncul dapat terkikis
dengan sendirinya pada saat terjadi proses menyelaraskan diri dengan
masyarakat dan kemajuan. Hal ini juga berarti perjuangan hidup (
struggle for life) dapat diatasi sehingga terbentuk masyarakat terbaik. Perjuangan hidup dan
survival of the fittest
adalah suatu wujud tenaga evolusi dalam masyarakat. Hal ini membuat
manusia dalam masyarakatnya selaras dengan kehidupan politik, industri,
dan sebagainya di sekitarnya. Di sini Spencer melihat kehidupan dalam
masyarakat selalu mendorong anggotanya bersikap menyesuaikan diri
dengan panggilan hidup yang lebih maju.
Peraturan negara harus menjaga agar supaya rakyat dan masyarakat
dapat hidup merdeka dan memperjuangkan hidupnya. Spencer tidak setuju
dengan peraturan yang melindungi pihak yang lemah, yang tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap kemajuan masyarakat. Spencer berpendapat
bahwa pihak yang lemah hendaknya binasa saja atau harus berusaha
belajar keterampilan dan keuletan sehingga nantinya yang akan tinggal
hanya mereka yang terkuat
(the fittest).
Spencer berpendapat bahwa orang-orang cakap dan bergairah (enerjik)
yang akan mampu memenangkan perjuangan hidup dan berhasil, sedang orang
yang malas dan lemah akan tersisih dengan sendirinya dan kurang
berhasil dalam hidup. Kelangsungan hidup keturunan manusia lebih banyak
dipengaruhi oleh kekuatan tenaga hidupnya. Kekuatan hidupnyalah yang
mampu mengatasi kesukaran ujian hidup, termasuk kemampuannya
menyesuaikan diri (berevolusi) dengan lingkungan fisik dan sosial yang
selalu berubah dari waktu ke waktu.
Spencer berpendapat, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila
bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antara bagian-bagiannya.
Hal ini berarti ada organisme yang mempunyai fungsi yang lebih matang
di antara bagian-bagian lain dari organisme sehingga dapat berintegrasi
dengan lebih sempurna. Secara evolusioner, tahap organisme tersebut
akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme mempunyai
kriteria yang dapat diterapkan pada setiap masyarakat yaitu
kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi. Evolusi sosial dan
perkembangan sosial pada dasarnya adalah pertambahan diferensiasi dan
integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan
homogen ke keadaan heterogen (Soekanto, 1990: 39-41).
Dalam bukunya
Principles of Sociology, Spencer berpendapat
bahwa pada masyarakat industri yang telah terjadi diferensiasi dengan
mantap, akan ada stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai.
Seperti juga Comte, Spencer berpendapat bahwa tujuan hidup setiap
manusia adalah menyesuaikan diri dengan panggilan hidup dalam
masyarakat sekitarnya yang selalu berevolusi menuju perbaikan dan
kemajuan.
Pusat perhatian Spencer juga tertuju pada gerak yang dipandang
sebagai suatu tenaga yang menggerakkan proses pemisahan (diferensiasi,
membedabedakan) dan proses mengikat (integrasi, persatuan). Tenaga ini
membawa kesamaan dan perpecahan dan ketidakpastian dalam evolusi
sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku bangsa, bangsa, dan
negara. Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju kesempurnaan, tetapi
ada juga yang sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis
yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan,
kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
Seperti telah disinggung di atas, pandangan-pandangan sosiologi
Spencer sangat dipengaruhi pesatnya kemajuan ilmu biologi. Beberapa di
antaranya adalah:
- Pelajaran tentang sifat keturunan (descension), Lamarck
(1909) yang menyatakan bahwa sifat manusia yang diturunkan kepada anak
cucunya sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal dan sifat bangsa itu.
Teori evolusi ini berdasarkan pendapat bahwa hewan yang bertulang
punggung bisa menyempurnakan bentuk badannya berdasarkan kebutuhannya
kepada keturunannya.
- Teori seleksi dari Darwin (1859) mengatakan bahwa alam akan
membuang segala sesuatu yang tidak terpakai dan memperkuat segala
sesuatu yang berguna, seperti yang terjadi pada binatang, yang kuat
akan mampu bertahan hidup dan yang lemah akan binasa.
- Teori tentang penemuan sel. Tubuh hewan dan tumbuh-tumbuhan terdiri
dari organisme kecil-kecil yang disebut sel. Sel ini mempunyai sifat
dan bentuk yang sama, tetapi mampu mempengaruhi sifat binatang atau
tumbuhan berdasarkan ciri yang terkuat pada sel tersebut.
Teori-teori Spencer sangat dipengaruhi oleh pelajaran tentang sifat
keturunan Lamarck yang menyamakan masyarakat dengan suatu organisme,
dengan sel-selnya, dan selanjutnya ia membandingkannya seperti itu.
Pendapat tentang biologi mempengaruhi dunia filsafat, psikologi dan
lain sebagainya sehingga terjalin pertalian yang erat antara ilmu
pengetahuan itu dengan sosiologi.
Membandingkan masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide
besarnya secara detail pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya.
Spencer menitikberatkan pada tiga kecenderungan perkembangan masyarakat
dan organisme, yaitu: 1) Pertumbuhan dalam ukurannya; 2) Meningkatnya
kompleksitas struktur; 3) Diferensiasi fungsi.
Spencer berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara
progresif menuju keadaan yang semakin baik. Karena itu, kehidupan
masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan
yang mungkin akan memperburuk keadaan. Spencer menerima pandangan bahwa
institusi sosial sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu
beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya.
Ia juga menerima sudut pandang Darwinian bahwa proses seleksi alamiah,
“survival of the fittest”, juga terjadi dalam kehidupan sosial (istilah
survival of the fittest
justru diciptakan oleh Spencer beberapa tahun sebelum karya Darwin
mengenai seleksi alam muncul). Jika tidak diganggu intervensi dari
luar, individu yang layak akan bertahan hidup dan berkembang, sedangkan
individu yang tak layak akhirnya punah. Spencer memusatkan perhatian
pada individu, sedangkan Comte menekankan pada unsur yang lebih besar
seperti keluarga.
Ritzer dan Goodman (2007) merangkum teori evolusi Spencer ke dalam
dua perspektif. Pertama, teorinya berkaitan dengan peningkatan ukuran
(size)
masyarakat. Peningkatan ini menyebabkan diferensiasi fungsi yang
dilakukannya. Kedua, masyarakat berubah melalui penggabungan. Makin
lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dia
berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke
penggabungan dua kali lipat dan penggabungan tiga kali lipat.
Di bagian lain, Spencer menawarkan teori evolusi dari masyarakat
militan ke masyarakat industri. Pada mulanya, masyarakat militan
dijelaskan sebagai masyarakat terstruktur guna melakukan perang, baik
yang bersifat defensif maupun ofensif. Sejalan dengan tumbuhnya
masyarakat industri, fungsi perang sebagai perubahan berakhir.
Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, tidak egois, dan
penghargaan terhadap prestasi.
Dalam tulisannya mengenai etika dan politik, Spencer mengemukakan
gagasan evolusi sosial yang lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat
berkembang menuju ke keadaan moral yang ideal atau sempurna. DI sisi
lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup (
survive),
sedangkan masyarakat yang tak mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui
ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan
diri masyarakat secara keseluruhan.
Jadi, Spencer mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan ruwet.
Mula-mula gagasannya menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak
selama beberapa tahun, dan baru belakangan ini hidup kembali dengan
munculnya teori sosiologi neoevolusi.(*)
Rujukan
Haryanto. (tt).
Herbert Spencer (Modul Pembelajaran Universitas Terbuka). Jakarta: Universitas Terbuka.
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L.1989.
Sosiologi, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 1987.
Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2007.
Teori Sosiologi Modern (Edisi VI). Jakarta: Kencana.
Siahaan, Hotman M. (1986).
Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Spencer, Herbert. 1897.
The Principles of Sociology Vol. 1 (Edisi III). New Yrok: A. Appleton and Company.
Sukanto, Soerjono. (1982).
Teori Sosiologi tentang Pribadi dan Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
———–. 1990.
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Mengenal Pemikiran Herbert Spencer (URL http://ipahipeh.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/04/mengenal-pemikiran-herbert-spencer/) diakses pada Rabu, 19 Oktober 2011.