Teori
feminis bertujuan untuk membongkar kekuasaan dan batas-batas pembagian
kekuasaan itu. Kekuasaan itu adalah penggolongan kelas atau status
berdasarkan jenis kelamin (genderisasi). Teori feminis menekankan sifat
opresif dan relasi gender. Sifat opresif adalah sifat yang keras dan
menekan.
Feminisme sosialis
mencoba membongkar akar ketertindasan perempuan dan menawarkan ideologi
alternatif yakni: sosialis. Penindasan terhadap perempuan tidak akan
berakhir selama masih terus diterapkannya sistem kapitalisme. Inilah
yang dikatakan sebagai peminggiran peran perempuan sebagai bagian dari
produk sosial, politik, dan ekonomi yang berhubungan dengan keberadaan
kapitalisme sebagai suatu sistem. Inilah penindasan yang berakar pada
keberadaan kelas-kelas dalam masyarakat. Pada awalnya, Friedrich Engels
yang menjelaskan dalam buku klasik The Origin of The Family, Private
property and The States (1884). Keterpurukan perempuan bukan karena
perkembangan teknologi, bukan karena perempuan lemah secara mental dan
tenaga (sehingga harus dilindungi oleh lelaki), bukan karena
sebab-sebab lain, tetapi karena munculnya kelas-kelas sosial.
Pada
prakteknya, perjuangan pembebasan perempuan tidak bisa dipisahkan dari
perjuangan sosialisme, karena secara sistematis kapitalisme dengan
alat-alat ideologinya dan alat-alat kerasnya, melakukan penindasan
terhadap semua sektor masyarakat. Kapitalisme secara frontal memerlukan
penindasan terhadap pekerja (sehingga seorang buruh perempuan, harus
mengalami dua lapis penindasan: baik sebagai buruh maupun sebagai
perempuan), memerlukan perusakan lingkungan hidup, memerlukan rasisme,
memerlukan seni dan hiburan yang membodohkan masyarakat dan memerlukan
praktek neoliberalisme dan imperialisme sebagai jalan keluar dari
krisis yang terus melilitnya. Inilah contoh-contoh yang menjelaskan
mengapa perjuangan perempuan harus dilakukan dengan persatuan yang
kokoh dengan berbagai sektor masyarakat lain, utamanya dengan kelas
pekerja. Perjuangan perempuan tak bisa terpisah secara sektoral dan
eksklusif, karena akan melemahkan persatuan kokoh dari masyarakat yang
tertindas.”
Gender merupakan
konstruksi realita sosial yang didominasi oleh bias laki-laki dan
cenderung menekan atau menindas (opresif) terhadap perempuan. Bias
laki-laki yang dimaksud adalah penekanan budaya patriarki dalam ruang
lingkup masyarakat secara umum. Remaja metropolitan hanyalah bagian
dari gejala perkembangan peradaban.
0 komentar:
Posting Komentar