EMILE DURKHEIM
Emile Durkheim adalah tokoh yang sering
disebut sebagai eksemplar dari lahirnya teori fungsionalisme. Ia anak seorang
rabi Yahudi yang lahir di Epinal, Perancis timur, tahun 1858. Namun Durkheim
tidak mengikuti tradisi orang tuanya untuk menjadi rabi. Ia memilih menjadi
Katholik, namun kemudian memilih untuk tidak tahu menahu (agnostic) tentang
Katholikisme. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama
moralitas kolektif.
Durkheim terkenal sebagai sosiolog
yang brilian dan memiliki latar belakang akademis dalam ilmu sosiologis. Dalam
usia 21 tahun ia masuk pendidikan di Ecole Normale Superiure. Dalam waktu
singkat ia membaca Renouvier, Neo Kantian yang sangat dipengaruhi pemikiran
Saint Simon dan August Comte, dan bahkan melahap karya-karya Comte sendiri.
Disertasinya TheDivisionof Labor in Society
yang diterbitkan tahun 1893 memaparkan
konsep-konsep evolusi sejarah moral atau norma-norma tertib social, serta
menempatkan krisis moral yang hebat dalam masyarakat modern. Itu sebabnya,
disertasi itu menjadi karya klasik dalam tradisi sosiologi.
Durkheim dalam bidang metodologi menulis The Rule ofSociological Method yang diterbitkan tahun 1895. Tahun 1897 Durkheim menjadi guru besar di Bordeaux. Karya Durkheim lain yang berpengaruh dalam ilmu sosiologi adalah The ElementaryForms of Religious Life yang terbit tahun 1912. Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsep-konsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan interaksi individu dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar Durkheim mengembangkan sosiologi dalam bidang social keagamaan dan politik.
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat - suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi, melainkan lebih kepada penelitian terhadap fakta-fakta sosial, istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.
Durkheim dalam bidang metodologi menulis The Rule ofSociological Method yang diterbitkan tahun 1895. Tahun 1897 Durkheim menjadi guru besar di Bordeaux. Karya Durkheim lain yang berpengaruh dalam ilmu sosiologi adalah The ElementaryForms of Religious Life yang terbit tahun 1912. Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsep-konsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan interaksi individu dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar Durkheim mengembangkan sosiologi dalam bidang social keagamaan dan politik.
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat - suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi, melainkan lebih kepada penelitian terhadap fakta-fakta sosial, istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.
Pembagian Kerja Dalam Masyarakat (1893)
Durkheim meneliti bagaimana tatanan social
dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian
kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional
dan masyarakat modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional
bersifat ‘mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih
kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam
masyarakat tradisional, kata Durkheim, kasadaran kolektif sepenuhnya mencakup
kesadaran individual. Norma-norma sosial
kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif - seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang , dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.
Dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif - seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang , dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.
Bunuh Diri (1897)
Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai
tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan
bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan
tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu
tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya
integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau
rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah
menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat
yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya
terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar
mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat
Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan
mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah memengaruhi para penganjur teori
kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1921)) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcell Maus. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat mekanis.
Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1921)) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcell Maus. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat mekanis.
Sosiologi Politik (Micro Objective)
Dalam sosiologi politik, Durkheim
berpendapat bahwa keterwakilan
kolektif dalam mekanisme politik sangat penting karena kuatnya peran
ikatan
representasi kolektif-milieu sosial dalam proses dinamika sosial.
Keterwakilan representasi
individual merupakan representasi kolektif. Masyarakat adalah suatu
kebersamaan kekuatan tak tampak yang bertindak terhadap individu, dan
individu itu tanpa mengetahui sama sekali tidak mempunyai kesadaran
terhadap
tugas luar biasa besar yang terjadi di sekelilingnya. Sementara individu
adalah produk masyarakat. Otoritas
dari suatu aturan moral tidak terkait dengan karakter yang bisa
diisolasi dan
menjadi sifat intrisiknya. Sebab otoritas tidak berada di dalam 'suatu
hal',
sehingga mustahil mengurungnya dari semangat mereka yang meyakininya.
Otoritas hanya representasi dan tidak
memiliki eksistensi lain kecuali keyakinan yang mendukungnya. Pada saat
generasi tertua menerapkan perwakilan otoritas yang diperlukan demi
berfungsinya masyarakat kepada generasi berikutnya, pengakuan terhadap
otoritas
ini meng-eksteriosasi-kan kepatuhan yang diperdalam pada masa
kanak-kanak
generasi berikut dan dari situ memberikan kontribusi dalam
mengabadikannya.
Aspek ekonomi, moral, hukum dan agama sejauh fungsinya sebagai organisme sosial dapat menguat dengan lahirnya Undang-undang tentang peran-peran, kewajiban dan harapan para pelakunya yang diwujudkan dalam bentuk negara. Akibat itu negara bukan lagi merupakan konstruksi logis yang bisa diatur dan diganggu sekehendak hati. Sebab negara adalah sebuah organ yang mengonsentrasikan dan mengekspresikan segenap kehidupan sosialnya. Hak (hukum) dan moral bukan lagi merupakan kumpulan aturan dasar yang abstrak dan perintah yang tak bisa diubah dan didiktekan lewat alasan yang impersonal, melainkan sesuatu yang hidup, yang keluar dari hati nurani bangsa tersebut dan berbagi segala nasibnya yang sama. Bahkan dalam perkembangannya, negara menggantikan fungsi agama. Dengan demikian, sosiologi mencakup tiga ilmu khusus: (1) ilmu tentang negara; (2) ilmu tentang fungsi-fungsi pengaturan negara (hukum, moral, agama); (3) ilmu tentang fungsi-fungsi ekonomi masyarakat.
Dalam kehidupan sosial yang kita lihat hanya ekspresi bersifat material dan kasat mata dari sebuah tindakan internal dan mendalam, yang dianggap sepenuhnya ideal, yakni berupa otoritas moral. Persoalan sosiologis ini mencari pelbagai bentuk pemaksaan yang berasal dari luar. Secara khusus terutama bertujuan untuk menemukan dalam bentuk bagaimana jenis khusus otoritas moral yang inheren dengan semua hal yang bersifat religius itu lahir dan darimana hal itu terbentuk. Bukti-bukti kepemilikan pada sirkulasi, kekakuan dan pentutoran kepercayaan kolektif, efek-efek sosial yang diinduksi lewat eksistensi sistem-sistem simbolik itu meluapi segala bagian komunikasi sosial yang pada awalnya hanya terlihat sebagai agen-agen yang pasif. Karena tidak puas dalam menghubungkan masyarakat dengan dirinya sendiri, maka agen-agen pasif ini membuktikan kohesinya dan mempertahankan identitasnya. Dengan kata lain, kontradiksi yang ada dalam sistem-sistem simbolik ini merupakan karakteristik paling esensial, karena tidak ada yang dianggap lebih dari sekedar instrumen jika berada di tangan para pelaku sosial, dan sebaliknya sistem ini merupakan kekuatan sebenarnya yang menghubungkannya. Inilah awal mula dan fungsi ini menundukkan individu-individu dan menjadikan mereka sebagai penjaga tatanan tanpa sepengetahuan mereka.
Masyarakat melalui permainan imajiner secara kolektif dan sederhana menciptakan orang-orang besar, karena tidak berguna berharap bisa memahami kekuasaan yang diakui dari diri mereka tanpa memutus bukti "keturunan" yang dimilikinya. Masyarakatlah yang menghiasi orang besar mereka dengan kesakralan dan melebihkan jarak yang memisahkan mereka dengan sesama manusia. Sehingga kharisma tidak memiliki realitas lain kecuali aspirasi-aspirasi yang digarap oleh masyarakat dan orang-orang tersebut secara sosial berada dalam posisi sebagai juru bicaranya.
Aspek ekonomi, moral, hukum dan agama sejauh fungsinya sebagai organisme sosial dapat menguat dengan lahirnya Undang-undang tentang peran-peran, kewajiban dan harapan para pelakunya yang diwujudkan dalam bentuk negara. Akibat itu negara bukan lagi merupakan konstruksi logis yang bisa diatur dan diganggu sekehendak hati. Sebab negara adalah sebuah organ yang mengonsentrasikan dan mengekspresikan segenap kehidupan sosialnya. Hak (hukum) dan moral bukan lagi merupakan kumpulan aturan dasar yang abstrak dan perintah yang tak bisa diubah dan didiktekan lewat alasan yang impersonal, melainkan sesuatu yang hidup, yang keluar dari hati nurani bangsa tersebut dan berbagi segala nasibnya yang sama. Bahkan dalam perkembangannya, negara menggantikan fungsi agama. Dengan demikian, sosiologi mencakup tiga ilmu khusus: (1) ilmu tentang negara; (2) ilmu tentang fungsi-fungsi pengaturan negara (hukum, moral, agama); (3) ilmu tentang fungsi-fungsi ekonomi masyarakat.
Dalam kehidupan sosial yang kita lihat hanya ekspresi bersifat material dan kasat mata dari sebuah tindakan internal dan mendalam, yang dianggap sepenuhnya ideal, yakni berupa otoritas moral. Persoalan sosiologis ini mencari pelbagai bentuk pemaksaan yang berasal dari luar. Secara khusus terutama bertujuan untuk menemukan dalam bentuk bagaimana jenis khusus otoritas moral yang inheren dengan semua hal yang bersifat religius itu lahir dan darimana hal itu terbentuk. Bukti-bukti kepemilikan pada sirkulasi, kekakuan dan pentutoran kepercayaan kolektif, efek-efek sosial yang diinduksi lewat eksistensi sistem-sistem simbolik itu meluapi segala bagian komunikasi sosial yang pada awalnya hanya terlihat sebagai agen-agen yang pasif. Karena tidak puas dalam menghubungkan masyarakat dengan dirinya sendiri, maka agen-agen pasif ini membuktikan kohesinya dan mempertahankan identitasnya. Dengan kata lain, kontradiksi yang ada dalam sistem-sistem simbolik ini merupakan karakteristik paling esensial, karena tidak ada yang dianggap lebih dari sekedar instrumen jika berada di tangan para pelaku sosial, dan sebaliknya sistem ini merupakan kekuatan sebenarnya yang menghubungkannya. Inilah awal mula dan fungsi ini menundukkan individu-individu dan menjadikan mereka sebagai penjaga tatanan tanpa sepengetahuan mereka.
Masyarakat melalui permainan imajiner secara kolektif dan sederhana menciptakan orang-orang besar, karena tidak berguna berharap bisa memahami kekuasaan yang diakui dari diri mereka tanpa memutus bukti "keturunan" yang dimilikinya. Masyarakatlah yang menghiasi orang besar mereka dengan kesakralan dan melebihkan jarak yang memisahkan mereka dengan sesama manusia. Sehingga kharisma tidak memiliki realitas lain kecuali aspirasi-aspirasi yang digarap oleh masyarakat dan orang-orang tersebut secara sosial berada dalam posisi sebagai juru bicaranya.
Konstruksi Obyek
Yang
disebut politik dalam
pandangan Durkheim lebih pada hal-hal yang menyentuh totalitas kehidupan
sosial atau organisasi morfologis ataupun struktural dalam masyarakat. Konsep
tentang pelaku-pelaku politik tidak mengajarkan masalah lain kecuali apa yang
diyakini oleh orang-orang yang memerintah, karena bagi mereka tidak ada cara
lain untukmenjelaskan rancangan mereka kecuali melakukan justifikasi
atasnya. Mereka yang terlibat dalam
tindakan ini paling buruk kedudukannya untuk memahami penyebab-penyebab yang
membuat mereka bertindak. Motif yang memberi inspirasi masa kini bukanlah motif
yang secara prinsip menentukan. Formalisasi yuridis tidak bisa dicampur-adukkan
dengan penjelasan politik. Sebab institusi-institusi tidak memulai
eksistensinya tepat pada saat ketika undang-undang ditetapkanoleh yang
mendefinisikannya. Institusi adalah kepanjangan masa lalu. Penataan ulang
kehidupan sosial hanya terjemahan yang bisa dilihat. Karena seluruh masyarakat
lahir dari masyarakat lain tanpa solusi bagi keberlanjutannya, sehingga kita
yakin bahwa sepanjang aliran evolusi sosial tidak pernah ada satu kesempatan
pun di mana individu benar-benar harus
mempertimbangkan apakah mereka masuk dalam
kehidupan kolektif atau tidak. Seluruh permasalahan hanya berupa cara
mengetahui bagaimana masyarakat secara progresif menjadi entitas politik, yakni
sesuatu yang bersentuhan dengan sebuah proses historis yang mengantar
sekelompok suku bangsa ke dalam sebuah struktur polisegmenter yang kompleks.
Durkheim memandang politik sebagai bermuka dua. Di satu sisi, politik muncul dengan wajah sebuah institusi. Ia disebut negara, yang merupakan sebuah aktivitas dengan kategori warga, tokoh politik dan pegawai negeri yang berbeda-beda. Di sisi lain, aktivitas ini memiliki sifat khusus menyangkut seluruh warganegara, membidik masyarakat global yang di tengah-tengahnya tidak ada apa pun baik manusia, kelompok atau benda yang menjadi pelindung dari keputusan sentra politik ini. Itu sebabnya, politik mencakup masyarakat dengan totalitasnya. Spesifikasi politik ini cenderung menjadikan kekuasaan sebagai atribut manusia yang diinversikan dari kualitas tunggalnya, dan menjadikan otoritas sebagai sifat intrinsik individu yang dikaruniai superioritas personal. Spesifikasi juga mereduksi kekuasaan menjadi penampilan fenomena turunan, dari yang superior ke inferior dan menjadikan hubungan antara komando-ketaatan sebagai esensi dari otoritas.
Menurut Durkheim, kekuasaan dan otoritas bukan merupakan hubungan turunan yang menciptakan ketergantungan antara mereka yang disubordinasikan dengan pimpinannya. Otoritas bukan sebuah atribut atau kualitas personal orang yang lebih tinggi (superior). Hubungan otoritas menunjuk kepada hal lain selain personnya sendiri, terutama pada sejarah sosial yang dilalui dari posisi yang memberi keistimewaan kepada orang yang menempatinya. Hubungan otoritas bukan hubungan antar individu melainkan sebuah hubungan sosial. Dengan demikian, yang disebut kekuasaan penuh (maha kuasa) yang absolut sejatinya tidak ada. Suatu pemerintah disebut maha-kuasa, hanya mungkin pada individu-individu. Untuk maha-kuasa kepada situasi sosial atau organisasi masyarakat, pemerintah relatif tidak berdaya. Kekuasaan dan otoritas selalu menunjukkan hubungan interaksi. Sebab kekuasaan bukan hanya sebuah kecakapan bersifat manipulatif dan otoritas bukan pula hanya sebuah kualitas intrinsik dari individu yang bisa dipisahkan, namun suatu visi dari pelaku, yang seluruhnya dijejali keinginan rahasia untuk melakukan justifikasi diri. Kekuasaan dan otoritas lebih menunjukkan sebuah kompleks interaksi, di mana di dalamnya komando dan ketaatan mengacu satu sama lain dan secara timbal balik setiap saat, pada jaringan pertukaran di mana di dalamnya pegawai negeri atau negarawan "menarik sentimen kolektif yang dijadikan obyeknya" sebagai kekuatannya sendiri. Jika dipertimbangkan dari sudut pandang kelompok tempatnya terjadi, kekuasaan dan otoritas tidak pernah dijalani secara pasif dan tidak pula pernah diterima secara sukarela. Otoritas sepenuhnya berada di dalam pemikiran yang dimiliki manusia. Otoritas berurusan dengan opini. Opini sendiri adalah benda kolektif. Opini adalah sentimen kelompok. Karena itu, jika meneliti kekuasaan dan otoritas jangan pernah mengabaikan elemen primordial dalam kepercayaan atau opini. Jangan pernah memperlakukan sebuah fenomena kekuasaan tanpa menghubungkannya dengan sejarah masyarakat yang terkait dengannya.
Durkheim memandang politik sebagai bermuka dua. Di satu sisi, politik muncul dengan wajah sebuah institusi. Ia disebut negara, yang merupakan sebuah aktivitas dengan kategori warga, tokoh politik dan pegawai negeri yang berbeda-beda. Di sisi lain, aktivitas ini memiliki sifat khusus menyangkut seluruh warganegara, membidik masyarakat global yang di tengah-tengahnya tidak ada apa pun baik manusia, kelompok atau benda yang menjadi pelindung dari keputusan sentra politik ini. Itu sebabnya, politik mencakup masyarakat dengan totalitasnya. Spesifikasi politik ini cenderung menjadikan kekuasaan sebagai atribut manusia yang diinversikan dari kualitas tunggalnya, dan menjadikan otoritas sebagai sifat intrinsik individu yang dikaruniai superioritas personal. Spesifikasi juga mereduksi kekuasaan menjadi penampilan fenomena turunan, dari yang superior ke inferior dan menjadikan hubungan antara komando-ketaatan sebagai esensi dari otoritas.
Menurut Durkheim, kekuasaan dan otoritas bukan merupakan hubungan turunan yang menciptakan ketergantungan antara mereka yang disubordinasikan dengan pimpinannya. Otoritas bukan sebuah atribut atau kualitas personal orang yang lebih tinggi (superior). Hubungan otoritas menunjuk kepada hal lain selain personnya sendiri, terutama pada sejarah sosial yang dilalui dari posisi yang memberi keistimewaan kepada orang yang menempatinya. Hubungan otoritas bukan hubungan antar individu melainkan sebuah hubungan sosial. Dengan demikian, yang disebut kekuasaan penuh (maha kuasa) yang absolut sejatinya tidak ada. Suatu pemerintah disebut maha-kuasa, hanya mungkin pada individu-individu. Untuk maha-kuasa kepada situasi sosial atau organisasi masyarakat, pemerintah relatif tidak berdaya. Kekuasaan dan otoritas selalu menunjukkan hubungan interaksi. Sebab kekuasaan bukan hanya sebuah kecakapan bersifat manipulatif dan otoritas bukan pula hanya sebuah kualitas intrinsik dari individu yang bisa dipisahkan, namun suatu visi dari pelaku, yang seluruhnya dijejali keinginan rahasia untuk melakukan justifikasi diri. Kekuasaan dan otoritas lebih menunjukkan sebuah kompleks interaksi, di mana di dalamnya komando dan ketaatan mengacu satu sama lain dan secara timbal balik setiap saat, pada jaringan pertukaran di mana di dalamnya pegawai negeri atau negarawan "menarik sentimen kolektif yang dijadikan obyeknya" sebagai kekuatannya sendiri. Jika dipertimbangkan dari sudut pandang kelompok tempatnya terjadi, kekuasaan dan otoritas tidak pernah dijalani secara pasif dan tidak pula pernah diterima secara sukarela. Otoritas sepenuhnya berada di dalam pemikiran yang dimiliki manusia. Otoritas berurusan dengan opini. Opini sendiri adalah benda kolektif. Opini adalah sentimen kelompok. Karena itu, jika meneliti kekuasaan dan otoritas jangan pernah mengabaikan elemen primordial dalam kepercayaan atau opini. Jangan pernah memperlakukan sebuah fenomena kekuasaan tanpa menghubungkannya dengan sejarah masyarakat yang terkait dengannya.
Arsitektur Bangunan Teoretis
Sebuah masyarakat terbentuk melalui
kelompok-kelompok sekunder dengan sifat yang berbeda-beda, tanpa menjadi
kelompok sekunder jika dikaitkan dengan masyarakat yang lebih luas, dan ia
membentuk sebuah entitas sosial dengan jenis yang berbeda. Masyarakat terbentuk
oleh bertemunya sejumlah kelompok sosial sekunder yang jumlahnya kurang lebih
banyak, dan tunduk pada satu otoritas yang sama, namun tidak masuk lagi dalam
otoritas superior lain yang terorganisasi secara teratur. Oleh karena kita
harus membedakan masyarakat dan salah satu organnya, maka kita sebut negara
sebagai agen-agen otoritas pemerintah, dan masyarakat politik adalah kelompok
yang kompleks di mana negara menjadi organ utama.
Fenomena politik bisa jadi difahami sebagai sosialisme. Tapi sosialisme tidak perlu dipikirkan dengan karakternya yang abstrak, di luar konteks ruang dan waktu, sebaliknya harus dikaitkan dengan milieu-milieu sosial tempatnya lahir. Sosialisme harus dilihat sepenuhnya berorientasi kepada masa depan, karena bagaimana pun sosialisme merupakan sebuah rencana rekonstruksi masyarakat aktual, sebuah program kehidupan kolektif yang belum eksis atau yang eksis namun tidak seperti yang diimpikan, dan ini diajukan kepada manusia sebagai hal yang patut menjadi pilihan. Sosialisme politik sebagian terkait dengan tatanan representasi kolektif. Konstruksi politik yang diajukan dalam ulasan tentang sosialisme secara retrospektif tampaknya terbatas, namun pertemuannya dengan politik secara lateral adalah saat munculnya kepercayaan baru. Kepercayaan-kepercayaan itu diusung dalam organisasi masyarakat untuk dijadikan politis. Sebaliknya politik tidak tereduksi menjadi kepercayaan yang terkait organisasi sosial yang ditemukan masyarakat sepanjang sejarah mereka. Politik mencakup negara beserta pegawai negerinya, bentuk-bentuk pemerintahan, monarki, aristokrasi atau demokrasi, berbagai kelompok dan kumpulan yang ikut memberi kontribusi terhadap fungsinya atau sebaliknya yang bertentangan dengan penerapan atributnya.
Memikir negara memiliki pengertian pertukaran antara dua lingkup yang berbeda, yaitu negara dan masyarakat. Kehidupan mental organ pemerintahan terorganisasi dan tersentralisasi. Kehidupan psikis negara ditandai dengan kejelasan, "sadar" dan menjadi penguasa terhadap dirinya sendiri. Sedang kehidupan psikis masyarakat bersifat ganda.di setiap unit sosial ada mitos-mitos, dogma dan kepercayaan-kepercayaan yang tersebar dan diwariskan, juga tradisi-tradisi historis dan moral yang membentuk representasi bersama ke seluruh anggota kesatuan sosial, aliran-aliran sosial yang lahir, tersebar dan lenyap, yang segera diganti oleh yang lain. Semua ini bersirkulasi di antara individu-individu yang membentuk kelompok politik, di antara milieu-milieu yang membentuknya, dan di antara organ-organ yang membangunnya. Durkheim mendesakkan pendapat bahwa semua representasi kolektif tanpa kecuali (berupa mitos, dogma-dogma dan kepercayaan) sebagian terkait dengan politik - melalui mekanisme pertukaran - meski semuanya seolah-olah masih merasa tidak mampu menentukan bagaimana bentuknya. Representasi-representasi politik yang terbatas tidak memberi karakter apa pun yang sesuai dengannya. Representasi memiliki pertalian dengan politik.
Fenomena politik bisa jadi difahami sebagai sosialisme. Tapi sosialisme tidak perlu dipikirkan dengan karakternya yang abstrak, di luar konteks ruang dan waktu, sebaliknya harus dikaitkan dengan milieu-milieu sosial tempatnya lahir. Sosialisme harus dilihat sepenuhnya berorientasi kepada masa depan, karena bagaimana pun sosialisme merupakan sebuah rencana rekonstruksi masyarakat aktual, sebuah program kehidupan kolektif yang belum eksis atau yang eksis namun tidak seperti yang diimpikan, dan ini diajukan kepada manusia sebagai hal yang patut menjadi pilihan. Sosialisme politik sebagian terkait dengan tatanan representasi kolektif. Konstruksi politik yang diajukan dalam ulasan tentang sosialisme secara retrospektif tampaknya terbatas, namun pertemuannya dengan politik secara lateral adalah saat munculnya kepercayaan baru. Kepercayaan-kepercayaan itu diusung dalam organisasi masyarakat untuk dijadikan politis. Sebaliknya politik tidak tereduksi menjadi kepercayaan yang terkait organisasi sosial yang ditemukan masyarakat sepanjang sejarah mereka. Politik mencakup negara beserta pegawai negerinya, bentuk-bentuk pemerintahan, monarki, aristokrasi atau demokrasi, berbagai kelompok dan kumpulan yang ikut memberi kontribusi terhadap fungsinya atau sebaliknya yang bertentangan dengan penerapan atributnya.
Memikir negara memiliki pengertian pertukaran antara dua lingkup yang berbeda, yaitu negara dan masyarakat. Kehidupan mental organ pemerintahan terorganisasi dan tersentralisasi. Kehidupan psikis negara ditandai dengan kejelasan, "sadar" dan menjadi penguasa terhadap dirinya sendiri. Sedang kehidupan psikis masyarakat bersifat ganda.di setiap unit sosial ada mitos-mitos, dogma dan kepercayaan-kepercayaan yang tersebar dan diwariskan, juga tradisi-tradisi historis dan moral yang membentuk representasi bersama ke seluruh anggota kesatuan sosial, aliran-aliran sosial yang lahir, tersebar dan lenyap, yang segera diganti oleh yang lain. Semua ini bersirkulasi di antara individu-individu yang membentuk kelompok politik, di antara milieu-milieu yang membentuknya, dan di antara organ-organ yang membangunnya. Durkheim mendesakkan pendapat bahwa semua representasi kolektif tanpa kecuali (berupa mitos, dogma-dogma dan kepercayaan) sebagian terkait dengan politik - melalui mekanisme pertukaran - meski semuanya seolah-olah masih merasa tidak mampu menentukan bagaimana bentuknya. Representasi-representasi politik yang terbatas tidak memberi karakter apa pun yang sesuai dengannya. Representasi memiliki pertalian dengan politik.
Lingkaran Kekuasaan atau Politik (Macro Objective)
Dari pelbagai kontak kesadaran lahirlah
representasi-representasi baru yang menahan indvidu-individu di bawah
kekuasaannya. Representasi itu menjadi kekuatan-kekuatan yang mampu untuk
menggerakkan, menyeretnya, melepaskan rantai nafsu bahkan mencabut nafsu itu
dari dirinya sendiri. Hanya dengan memperhitungkan kekuasaan yang sesuai dengan
representasi kolektif saja yang memungkinkan kita untuk menjelaskan fenomena
ganda kejahatan dan hukumannya; yang ini tidaklain adalah tindakan "yang
menghina situasi-situasi kesadaran kolektif yang keras dan terbatas". Kesadaran
kolektif ini "ada dalam reaksi yang timbul karena nafsu, dengan intensitas yang
bertingkat-tingkat, dan dialami
masyarakat melalui perantaraan sebuah kesatuan yang terdiri dari mereka
di antara para anggotanya yang telah melanggar aturan-aturan perilaku tertentu.
Pada dasarnya masyarakat mengomunikasikan situasi-situasi jiwanya dengan
(permainan politik) dan membuat kodifikasi, karena mereka dapat menerjemahkan
situasi kebiasaan dengan situasi hukum, ini dianggapsebagai tafsiran tentang
masyarakat. Karena tidak puas dengan
kodifikasi hukum, (peran ini) bertindak sebagai penghukum, pemenjara dan
pengeksekusi mati. Dengan demikian, negara bertanggungjawab melalui dua
fungsinya, yang dalam tipe sosial superior diberi karakter melalui kewajiban
dan eksistensi organ-organ yang ditujukan khusus untuk melanjutkan eksistensi
organ tersebut, yakni sebagai instrumen represi sosial.
Kekuasaan milik negara harus difahami sebagai hasil dari sebuah proses historis rangkap tiga serta proses sosial organisasi, delegasi dan otomatisasi. Selama masing-masing segmen sosialnya memiliki kehidupan sendiri yang intens, mereka akan mempunyai organ-organ pengatur yang sedikit berbeda dari yang lain dalam masyarakat global. Kebutuhan akan sebuah organ sentral pun menguat. Ketika masyarakat politik sampai pada derajat kompleksitas tertentu, mereka tidak bisa lagi bertindak secara kolektif kecuali melalui intervensi negara. Perkembangan yang kurang lebih menonjol dari organ regulator sentral ini hanya menyebabkan direfleksikannya perkembangan kehidupan kolektif secara umum. Lahirnya negara diiringi munculnya kekuasaannya sendiri, di mana fungsinya mengharuskan "dihormatinya kepercayaan-kepercayaan, tradisi dan praktik-praktik kolektif, yang maksudnya membela kesadaran umum dari semua musuh baik yang berasal dari dalam maupun dari luar", maka ia meminjam kekuatannya sebagai energi yang dihabiskan masyarakat untuk mengurung anggota-anggotanya. Karena mengekspresikan hal itu dan menjadikannya simbol seumur hidup, negara memiliki atribut-atribut kekuasaan, meski secara simultan kekuasaan ini tidak berarti apa-apa, karena pada prinsipnya kekuasaan itu hanya sebuah derivasi dari kekuasaan yang imanen atas kesadaran umum (bersama).
Politik didefinisikan melalui elaborasi yang dijadikan obyek. Ia bukanlah sebuah kesatuan dari genre yang sama dengan moral, ekonomi atau religius. Ia mengintegrasikan kontribusi mereka untuk mempertahankan kohesi sosial, namun tetap berbeda karena secara eksklusif didefinisikan dengan mempertahankan hal ini. Dalam upaya menjadi sesuatu yang tersendiri, politik merupakan kondisi yang diperlukan bagi eksistensi sebuah peraturan moral, peraturan ekonomi atau peraturan religius di dalam sebuah masyarakat terkait. Ia adalah sebuah fungsi eksistensi peraturan, yang independen dalam kandungan konkret dan menjadi pembentuk dalam kontribusinya terhadap integrasi kesatuan sosial. Politik adalah cara berfungsinya peraturan, sejauh peraturan ini cenderung memuat kecenderungan-kecenderungan entropik segenap masyarakat.
Kekuasaan milik negara harus difahami sebagai hasil dari sebuah proses historis rangkap tiga serta proses sosial organisasi, delegasi dan otomatisasi. Selama masing-masing segmen sosialnya memiliki kehidupan sendiri yang intens, mereka akan mempunyai organ-organ pengatur yang sedikit berbeda dari yang lain dalam masyarakat global. Kebutuhan akan sebuah organ sentral pun menguat. Ketika masyarakat politik sampai pada derajat kompleksitas tertentu, mereka tidak bisa lagi bertindak secara kolektif kecuali melalui intervensi negara. Perkembangan yang kurang lebih menonjol dari organ regulator sentral ini hanya menyebabkan direfleksikannya perkembangan kehidupan kolektif secara umum. Lahirnya negara diiringi munculnya kekuasaannya sendiri, di mana fungsinya mengharuskan "dihormatinya kepercayaan-kepercayaan, tradisi dan praktik-praktik kolektif, yang maksudnya membela kesadaran umum dari semua musuh baik yang berasal dari dalam maupun dari luar", maka ia meminjam kekuatannya sebagai energi yang dihabiskan masyarakat untuk mengurung anggota-anggotanya. Karena mengekspresikan hal itu dan menjadikannya simbol seumur hidup, negara memiliki atribut-atribut kekuasaan, meski secara simultan kekuasaan ini tidak berarti apa-apa, karena pada prinsipnya kekuasaan itu hanya sebuah derivasi dari kekuasaan yang imanen atas kesadaran umum (bersama).
Politik didefinisikan melalui elaborasi yang dijadikan obyek. Ia bukanlah sebuah kesatuan dari genre yang sama dengan moral, ekonomi atau religius. Ia mengintegrasikan kontribusi mereka untuk mempertahankan kohesi sosial, namun tetap berbeda karena secara eksklusif didefinisikan dengan mempertahankan hal ini. Dalam upaya menjadi sesuatu yang tersendiri, politik merupakan kondisi yang diperlukan bagi eksistensi sebuah peraturan moral, peraturan ekonomi atau peraturan religius di dalam sebuah masyarakat terkait. Ia adalah sebuah fungsi eksistensi peraturan, yang independen dalam kandungan konkret dan menjadi pembentuk dalam kontribusinya terhadap integrasi kesatuan sosial. Politik adalah cara berfungsinya peraturan, sejauh peraturan ini cenderung memuat kecenderungan-kecenderungan entropik segenap masyarakat.
1 komentar:
Merit Casino | Online Casino | USA no deposit bonus
Bonus Offers · Promotions 인카지노 · 메리트 카지노 쿠폰 Support. Merit Casino 제왕카지노
Posting Komentar